Timang Katak-Katak
Orang Bersuara Awak Tidak
_Pesan Emak_
Mari budayakan membaca teliti hingga selesai.
Tulisan ini dimuat atas dasar kepentingan umum dengan tujuan mengutarakan pendapat, saran-masukan, solusi dan kritikan. Penulis bukanlah seorang ekonom, segala bentuk pandangan dibawah ini sesuai dengan pandangan sosial-politik semata.
Tak tanggung-tanggung, besaran kenaikan tarif pengunjung yang ingin masuk kearea sentral pelabuhan baik bagi yang berangkat, menjemput ataupun sekedar mengantar, meningkat sebesar 50% dari yang sebelumnya Rp10.000,00 menjadi Rp15.000,00 sebagai pelicin karcis/pas masuk pelabuhan domestik ini.
Akibat ini pula, banyak ragam suara yang mulai muncul kepublik ada yang menolak, ada yang setuju ada pula yang ikut-ikutan saja. Namun terlepas dari apapun alasannya masyarakat, saya pikir perlu kita bersama melihat beberapa indikasi dan faktor-faktor melalui beberapa pertanyaan berikut ini:
1. apakah kebijakan menaikkan tarif pas oleh PT Pelindo Regional I Tanjungpinang untuk masuk area sentral Pelabuhan Sri Bintan Pura itu salah ?
2. Landasan hukum apa yang menjadi dasar atas keputusan PT Pelindo Tanjungpinang menaikkan tarif pas pelabuhan?
3. apa yang menjadi tolak ukur dari kaca mata PT Pelindo sehingga tarif pas mesti dinaikkan?
4. Benarkah kebijakan menaikkan tarif pas Pelabuhan Sri Bintan Pura memiliki relevansi terhadap pembangunan dan pelayanan Pelabuhan?
5. Benarkah masyarakat akan keberatan dengan adanya kebijakan kenaikan pas Pelabuhan Sri Bintan Pura tersebut?
Baca Juga | https://ediputradionmrblack.blogspot.com/2023/07/perguruan-tinggi-korban-kementerian.html?m=1
Beberapa pertanyaan diatas, merupakan ringkasan yang saya rangkuman dari beberapa berita media siber. Untuk itu, mari kita lihat seksama.
PT Pelindo (Persero) merupakan perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara. PT Pelindo Bukan Perusahaan Internasional yang Go-Public artinya Pelindo masih perusahaan negara Non-Listed. Bedasarkan ini pula, 100% segala bentuk biaya dikelola oleh negara termasuk sahamnya.
Terkait kenaikan tarif pas di Pelabuhan Sri Bintan Pura, saya selaku dari salah satu masyarakat Tanjungpinang tidak semerta-merta langsung menolak ataupun langsung menyetujui kebijakan tersebut. Karena perlu pengkajian yang cukup mendalam, dengan melibatkan beberapa aspek sosial, ekonomi dan hukum untuk menentukan apakah keputsan Pelindo Tanjungpinang itu salah ataupun benar.
Kalau kita berkaca pada Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 tahun 2008 Tentang Kawasan Pelabuhan Di Kota Tanjungpinang yang statusnya masih berlaku hingga saat ini, setiap pengelola pelabuhan diberikan hak untuk menentukan secara mandiri besaran biaya tarif pelabuhan dan itu meliputi barang, penumpang, kapal dan lain-lain.
Baca Lainnya | https://ediputradionmrblack.blogspot.com/2023/02/sludge-oil-pencemaran-laut-kepulauan.html?m=1
Walaupun dalam keputusannya harus melalui Peraturan Walikota. Namun dengan ini pula "hak otonom" dapat menjadi celah bagi PT Pelindo Tanjungpinang untuk menaikkan tarif jasa layanan Pelabuhan dalam jangka waktu kapanpun mereka mau. Sampai disini apakah dapat kita pahami bersama mengapa Sri Bintan Pura tiba-tiba bisa dan dapat menaikkan tarif jasa layanan Pelabuhan? sederhananya ialah, walaupun Pelabuhan tersebut berada di wilayah administrasi Pemerintah kota Tanjungpinang, tetapi mereka memiliki hak mandiri untuk menentukan besaran tarif yang mereka anggap perlu.
Saya masih ingat sekitar 10 tahun yang lalu, tarif masuk baik bagi pengantar, penumpang maupun penjemput itu hanya Rp3000,00. dan bahkan bisa masuk secara gratis jika lihai mengelabui petugas pintu gerbang/loket karcis.
alasan apa yang dapat membenarkan kebijakan pihat Sri Bintan Pura menaikkan pass Pelabuhan? Jika alasannya ialah karena terjadi peningkatan pelayanan baik berupa layanan bangunan secara fisik maupun layanan jasa pelabuhan, saya selaku orang yang melihat secara langsung perubahan wajah Sri Bintan Pura, ikut setuju akan hal itu.
Sehingga dari sini saya yakin semua masyarakat Kota Tanjungpinang tidak akan dapat menyangkal perubahan wajah Sri Bintan Pura saat ini jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Jadi wajar saja jika pihak Sri Bintan Pura memilih menaikkan tarif, dengan begitu mungkin sudah ada perencanaan-perencanaan jangka pendek, menengah atau panjang untuk pengunjung Pelabuhan yang bersumber dari tarif pas sebagai sumber anggarannya.
Tetapi disisi lain, tahukah anda saat ini Sri Bintan Pura mempersiapkan anggaran sebesar 8,5 miliar untuk revitalisasi Pelabuhan. Rencana revitalisasi ini meliputi pembangunan gerbang utama pelabuhan, penataan jalan dalam pelabuhan, peremajaan ponton dan peremajaan tiang pancang. Dan ini murni bersumber dari anggaran investasi internal Pelindo. Informasi ini dapat kita baca bersama dari salah satu media siber rri.co.id yang rilis pada Senin (17/07/2023).
Pertanyaannya adalah, apakah biaya tarif pas yang diperoleh Pelindo dari masyarakat masuk kedalam kategori investasi internal Pelindo yang dimaksud tersebut? atau jangan-jangan menaikkan tarif pas Pelabuhan bertujuan untuk memenuhi kuota perencanaan anggaran 8,5 miliar itu? karena pembangunan revitalisasi ini yang sudah sangat dekat dan hanya berjangka waktu dari tahun 2023-2025. Tentunya sangat membutuhkan kerja keras dan cara yang efektif agar anggaran revitalisasi Pelabuhan dapat terealisasikan.
Dan ternyata hal ini terjawab dari sebuah pemberitaan di media siber lainnya. Anda dapat melihat dalam sebuah berita yang ditulis sijoritoday.com yang rilis pada Kamis (20/07/2023) soal kenaikan tarif pelabuhan ini, ada pernyataan bahwa kenaikan tarif pass tersebut akan dikumpulkan dan biaya yang ada salah satunya akan direaliasikan untuk pemeliharaan ponton. Selain itu pihak Pelindo melalui Plh manajer Operasional Pelindo Tanjungpinang juga menyampaikan anggaran tarif pas ini juga untuk peremajaan pendingin ruangan dan perbaikan area parkir.
Jadi pola seperti ini saya beranggapan bahwa Pelindo telah memalak masyarakat untuk kepentingan Pelindo yang mereka sebut sebagai Investasi Internal itu.
Diidalam sebuah penelitian Tata Kelola Pelabuhan Indonesia: Studi Kota Tanjungpinang yang dirilis melalui KEMUDI Jurnal Ilmu Pemerintahan oleh Sayed Fauzan Riyadi, Ady Muzwardy dan Eki Dermawan pada tahun 2021, menyampaikan bahwa pelabuhan-pelabuhan Tanjungpinang yang didalamnya ada Pelabuhan Sri Bintan Pura belum layak secara finansial dan investasi. Hal ini di dasari atas perhitungan kelayakan finansial pengembangan pelabuhan Tanjungpinang dan itu termasuk pelabuhan Sri Bintan Pura yang jelas-jelas sudah dikelola secara komersil.
Kita kembali lagi persoalan kenaikan tarif oleh Sri Bintan Pura yang akan diberlakukan pada 1 agustus 2023 mendatang. Pihak Pelindo berlandaskan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 121 Tahun 2018 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 Tahun 2017 Tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan. Melalui pasal 22, Pihaknya dalam ayat (1) merasa sudah diberikan hak untuk meninjau tarif jasa kepelabuhanan dalam waktu paling singkat 2 tahun.
Melihat dari Peraturan tersebut, menurut saya Pelindo Tanjungpinang memanfaatkan keadaan didalam ayat (2) sebagaimana yang disampaikan pada ayat (1) baris akhir yakni, ada keadaan-keadaan dimana peninjauan tarif ini dapat dibenarkan dan menjadi celah yang baik bagi Pelindo, hal ini diluar dari alasan sudah 5 tahun tarif tidak dinaikkan. Keadaan-keadaan itu meliputi 2 keadaan yakni peningkatan pelayanan dan peningkatan infrastruktur pelabuhan.
Sedangkan untuk 2 keadaan lainnya yaitu keadaan inflasi, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang, inflasi tahun 2023 perjuni itu untuk Tanjungpinang hanya 0,29 saja lebih rendah dari Kota Batam yakni 0,52. Bahkan jauh dari angka 7.
Dan terakhir adalah keadaan luar biasa, pertanyaannya apanya yang sedang luar biasa? keadaan yang bagaimana? hemat saya sejauh yang saya lihat dilokasi pelabuhan, sepertinya tidak ada kondisi dan siatusia "keadaan luar biasa" yang berstatus darurat 1 di kawasan Pelindo Tanjungpinang.
lalu keadaan apalagi yang akan dijadikan alasan oleh Pelindo. Pemulihan ekonomi? kenaikan BBM? lelucon apakah ini. kalau begini adanya, teruskan (kebodohan) ini Pelindo.
sehingga berdasarkan perihal ini pula, jika masyarakat ataupun elemen kelompok tertentu yang mengatasnamakan aspirasi masyarakat, saya pikir cukup keadaan peningkatan layanan dan keadaan peningkatan infrastruktur saja yang menajdi pusat konsentrasi kajiannya.
Nah menyinggung soal beberapa alasan penolakan kenaikan tarif pelabuhan belakangan ini kabarnya karena akan membebankan masyarakat sebagai pengguna jasa pelabuhan Sri Bintan Pura, beberapa keterangan diatas saya pikir harusnya kita semua sudah memiliki jawaban singkatnya.
Pantaskah keadaan ekonomi masyarakat dijadikan alasan menolak keaikan tarif pas sedangkan inflasi Tanjungpinang rendah? Pertahun 2023, Upah Minimum Kabupaten/Kota untuk Tanjungpinang sebesar 3,3 juta. Ya lumayanlah masih berada ditingkat ke 6 dari 7 kabupaten/kota di Kepri, tentunya pemegang terbesarnya Kota Batam sebesar 4,5 juta.
agar tidak terlalu panjang tulisan ini, kesimpulan yang dapat saya sampaikan ialah adanya kelalaian dari Pemerintah Kota Tanjungpinang terhadap pengawasan pengelolaan kepelabuhanan Sri Bintan Pura. Secara hukum administtratif, Pemerintah Kota Tanjungpinang memiliki peran dan kewenangan yang kuat untuk menolak ataupun memberikan pilihan keputusan kepada pihak Pelindo Tanjungpinang
Selain itu adanya tumpang tindih hukum dan kekuasaan terhadap kewenangan dan hak kepengelolaan Pelabuhan Sri Bintan Pura, sehingga ini menjadi salah satu kelemahan yang dapat dijadikan sebagai celah untuk melahirkan kebijakan-kebijakan secara sepihak oleh Pelindo Tanjungpinang.
jadi, jika harus dinaikkan oleh Pelindo tarif pas Sri Bintan Pura, patutnya perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang hendaknya disosialisasi terlebih dahulu agar masyarakat tidak terkejut dengan adanya kebijakan menaikkan tarif tersebut. dan untuk Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui instansi terkait serta DPRD Kota Tanjungpinang, harus mampu merancang dan menetapkan keputusan bersama terkait penetapan tarif pas yang akan diberlakukan tersebut, dan hal ini juga berlaku bagi kebijakan lainnya yang diberikan kewenangan untuk pemerintah daerah berdasarkan pertimbangan, peninjauan dan analisa aspek kebutuhan, keseharusan dan kelayakan bagi masyarkat.
salam hormat kami,
DION