"Jika uang berharga karena nominal, kepercayaan berharga karena nilai"
_Pesan Emak_
Beredar video-video singkat adanya patok-patok lahan yang terpasang disepanjang jalan di kecamatan Galang. Tidak hanya itu, tampak pula aparat dari TNI dan Polri yang berdiri tegap sambil memegang senjata berjaga diarea pematokan lahan. Seakan-akan menyampaikan tanda "waspada! Ini zona merah!".
Ada apa dengan semua ini. Kembali dipertanyakan banyak pihak. Seberbahaya itu kah masyarakat Rempang?
Siapa sebenarnya dan seberapa pentingkah kedudukan BP Batam dimata penguasa?
Untuk meredam rasa penasaran itu, saya mencoba merangkai beberapa tanggapan berikut ini:
1. Berlindung disebalik kekuatan hukum, BP Batam bagai belut yang hampir tak tersentuh oleh pemerintah daerah dan penegak hukum. Baik oleh Pemko Batam, DPRD Kota Batam, DPRD Provinsi Kepri, Gubernur Kepri maupun aparat penegak hukum Reskrim maupun daerah.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, BP Batam bagaikan anak emas yang dilindungi penuh oleh pemerintah.
Saya secara pribadi sempat yakin, pada tahun 2004 ketika adanya MoU antara BP Batam, Pemko Batam dengan PT MEG, memiliki niat dan visi-misi yang baik untuk masyarakat. Namun makin kesini makin kesana, perlahan mulai bergeser terutama saat ditetapkannya PP Nomor 62 Tahun 2019 tersebut dan memblunder dengan ditetapkannya Muhammad Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam.
2. Dengan bentangan alam laut dan daratnya yang potensial, serta perkembangan ekonomi yang produktif dan tentunya nilai komersil yang tinggi, wajar jika BP Batam diberikan perlindungan yang kuat dan kokoh Dimata hukum. Secara hirarki peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 yang kemudian telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, "Peraturan Pemerintah" menduduki posisi tertinggi setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Artinya Peraturan Pemerintah yang dibuat secara sengaja tersebut untuk BP Batam lebih tinggi kedudukannya ketimbang Peraturan Presiden.
3. Didalam pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, disebutkan bahwa kegiatan di bidang ekonomi yang berkaitan dengan
pembangunan infrastruktur publik dan kepentingan umum, dilakukan berdasarkan perencanaan bersama dengan Pemerintah Kota Batam.
Menjadi catatan secara garis besar, dari aspek emosional Muhammad Rudi selaku wali kota Batam dan sekaligus kepala BP Batam, apa yang perlu diperdebatkan dalam rapatnya, sedang ia sebagai kapten yang menakhodai dua kapal? Maka sunggu saya menganggap ini lelucon yang sangat menggelitik.
Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah tersebut, disebutkan apabila Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang dijabat ex-officio oleh Wali Kota Batam yang tidak melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, berdasarkan
hasil pembinaan, pengawasan, dan/atau evaluasi oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Sampai disini dapat sedikit dipahami mengapa Muhammad Rudi begitu menggebu-gebu pembangunan diwilayah Batam, terutama pada pengembangan wilayah Rempang ini. Jika tidak, akan berpengaruh pada kedudukan, jabatan dan kewenangannya baik sebagai wali kota Batam maupun sebagai Kepala BP Batam.
4. Dimana DPRD kota Batam? Dimana DPRD Provinsi Kepri? Dan Dimana Gubernur Provinsi Kepri? Sampai detik ini, belum terlihat adanya tindakan maupun kebijakan yang dibuat atau ditempuh untuk mengendalikan permasalahan Rempang.
Ada yang bilang, lempar batu sembunyi tangan. Namun pendapat saya tidak demikian, justru memang ini menandakan lemahnya DPRD kota Batam, DPRD provinsi Kepri dan Gubernur Kepri.
Apalagi aparat penegak hukum yang harusnya menjadi garda terdepan untuk melayani, mengayomi dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, justru berlindung dengan pejabat. Apalagi cuman camat atau lurah. Apalah daya.
Mudah saja untuk memberikan penilaian ini, dengan kecanggihan teknologi dan media saat ini, adakah bukti satu saja anda menemukan komentar baik secara lisan maupun tulisan yang menyatakan sikap pro terhadap masyarakat Rempang oleh DPRD Kota Batam, DPRD provinsi Kepri, Gubernur Kepri, dan aparat TNI-Polri?
Yang ada, Dewan-dewan pada diam membuta, gubernur Kepri enggan berbicara, aparat malah asik memperkuat pengamanan tanah.
Sampai disini, opini ini dibuat atas dasar keprihatinan dan kekecewaan penuh saya terhadap dewan-dewan "kita", gubernur "kita", aparat "kita".
Sadarlah bagi dewan perwakilan rakyat, reses yang anda-anda lakukan selama ini apalagi mendekati pemilu yang harusnya mampu menampung aspirasi masyarakat dan menyalurkannya dengan tindakan nyata.
Karena jika tidak demikian, apa yang anda-anda sampai tersebut, tak lebih dari muntahan minyak jelantah.
Kue Lempeng dah habes, nanti bual lagi
Pendawai: Dion