Sengaja Mengangkangi Hukum, Rudi Rela Jilat Ludahnya Sendiri


"Yang demikian harusnya menjadi bahan renungan"
_Pesan Emak_

NAVIGASI-Miris dan menyedihkan. Terlintas saat Kepala BP Batam dalam pidatonya ketika menemui masa aksi pada 23 Agustus 2023 yang lalu, melontarkan pembelaan atas apa yang terjadi pada Rempang.

"Saya meneruskan apa yang telah disepakati pada tahun 2004" ucap Rudi dihadapan ribuan masa aksi.

Disini Rudi selaku kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam berupaya lempar tanggungjawab kepada pemimpin terdahulu bahwa apa yang terjadi di Rempang merupakan kesalahan pihak sebelumnya.

Namun pada lain kesempatan dalam pidato lainnya yang penulis kutip dari gokepri,, justru Rudi menyatakan dengan santai dan leluasa persoalan Rempang tersebut, dirinyalah yang memberikan izin. Bangganya minta ampun. Berharap mendapatkan simpati dari masyarakat akan kerja kerasnya. Padahal, dampaknya yang terjadi hari ini, sangat menyedihkan.

"Pulau Rempang akan kita izinkan untuk dan sudah saya izinkan suratnya sudah keluar semua untuk dikembangkan menjadi satu kawasan industri. Lahan itu diberikan tahun 2004 oleh kepala BP Batam dan wali kota Batam waktu itu dari 2004 tidak clear. Baru clear kemarin 2023 era wali kota dan kepala BP Batam menjadi satu" ujar Rudi.

Kalimat ini membenarkan Rudi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019  tentang KPBPB Batam yang salah satunya membahas ex officio ia (Rudi) sebagai wali kota Batam sekaligus Kepala BP Batam. Sehingga dari sini pula Rudi merasa dirinya benar dan dirinya sudah berbuat untuk masyarakat atas dikeluarkannya izin pengelolaan Rempang.

Kita kembali sedikit kebelakang, sejalan dengan perkembangan pembangunan di kota Batam, tidak dapat di pungkiri bahwa setiap perencanaan pengembangan daerah atau wilayah di kota Batam memiliki tantangannya tersendiri baik dari sisi internal pelaksana maupun dari pihak luar lainnya. 

Batam sebagai daerah strategis dengan wilayah perairan Nasional dan Internasional, perkembangan kepadatan penduduk yang semakin meningkat serta perkembangan industri yang semakin meluas, mampu memberikan daya tarik kepada semua pihak.

Tidak hanya pemerintah, daya tarik terhadap kota Batam juga muncul dari pihak swasta. Dan hal tersebut sudah terjadi sejak lama saat di mulainya pengembangan potensi sumberdaya di wilayah Batam.

Besarnya wilayah Batam yang mencapai luas wilayah yakni seluas 715 km² dengan
jumlah penduduk Batam saat ini mencapai 1.269.413 juta per-tahun 2023, mendorong
pemerintah kota Batam untuk lebih serius dalam membangun kota Batam. Namun
pembangunan Batam tidak dapat di pisahkan dari adanya Badan Pengusahaan Batam.

Sebagai wilayah perdagangan bebas, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Kota Batam bertujuan untuk mempercepat peningkatan dan pengembangan kota Batam sebagai daerah industri. Selain itu juga di keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Melalui PP ini pengembangan kawasan daerah industri Batam oleh otorita Batam selanjutnya di serahkan kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam, secara otomatis status otorita Batam berganti menjadi BP Batam. Yang kemudian terjadi perubahan dan revisi yakni menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas PP Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Untuk mewujudkan pembangunan wilayah Batam, yang memilki sumberdaya yang
besar, terdapat kendala-kendala yang senantiasa di hadapi baik oleh pemerintah kota Batam maupun oleh BP Batam Sebagaimana yang saat ini terjadi pada perencanaan pengembangan wilayah industri dan wisata di Rempang.

Saat ini konflik sosial masyarakat Rempang dengan BP Batam terus berlanjut. Upaya audiensi telah dilakukan, aksi unjuk rasa masyarakat yang tergabung kedalam Aliansi Pemuda Melayu telah dilaksanakan beberapa hari yang lalu didepan gedung BP Batam (Rabu, 23/08/2023).

Kini pematokan lahan Rempang semakin meluas. Aparat keamanan TNI-Polri mulai berjaga dengan senapan Laras panjang. Upaya penolakan oleh masyarakat Rempang terus terjadi, mulai dari penghadangan masuknya aparat keamanan ke Rempang hingga pemblokiran jalan oleh masyarakat.

Aksi ini dilakukan masyarakat semata-mata untuk melindungi wilayahnya dan memastikan keamanan tetap terjaga.

Hal ini kemudian menjadi masukan tersendiri bagi pemerintah kota Batam dan terutama bagi BP Batam untuk mengevaluasi perencanaan pengembangan Rempang untuk dapat meminimalisir terjadinya ketimpangan pembangunan, diskriminasi, ketidak adilan dan kesalahan jangka panjang.

Berdasarkan perspektif masyarakat awam, terlalu banyak peraturan perundang-undangan yang telah dikangkangi oleh Rudi baik selaku kepala BP Batam maupun sebagai kepala daerah kota Batam


Sehingga seluruh pihak mempertanyakan integritas dan hati nurani Rudi sebagai pejabat bagi masyarakat. 

Ex officio BP Batam secara terang-terangan menolak adanya integritas, kebijaksanaan dan indepedensi Rudi dalam sinergitas pemerintah kota Batam bersama BP Batam melaksanakan perencanaan pengembangan 
kawasan industri dan wisata di pulau Rempang.

Hal ini dapat kita pahami bersama jika ditinjau berdasarkan perspektif Perda Kota Batam Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2021-2041 dan Peraturan Pemerintah 
Nomor 62 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas PP Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Masyarakat bersikeras mempertahankan wilayahnya dengan tidak akan pernah menjadi Penjilat dan pengampu para pejabat sebagaimana yang sudah mulai merebak saat ini dalam konflik masyarakat Rempang dengan BP Batam.

Salain itu, Rudi harus mempertanggungjawabkan Perda Kota Batam Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2021-2041. Didalam RTRW tersebut yanh dibubuhi tandatangannya, Rudi ikut menetapkan sedikitnya 8 program diwilayah Rempang yang mendukung diantaranya pemelirahaan dan perawatan alam.

Sampai disini, lagi-lagi Rudi menjilat ludahnya sendiri. Atas kebijakan yang ia buat, tanpa kesadaran dan tanpa penuh tanggungjawab.

Masih ingin menyalahkan pendahulu? Sedangkan Perda kota Batam Nomor 02 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 sudah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut setelah dikeluarkannya Perda RTRW yang baru dan ini dizaman Rudi yang memimpin.

Terkait Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK), didalam Perda RTRW yang disahkan oleh Rudi tersebut, didalam pasal 10 ayat (3) point (h) menyebutkan bahwa Rempang merupakan salah satu area pemukiman.

Parahnya lagi, perda RTRW nomor 3 tahun 2021 menghapus seluruh pasal-pasal dan ayat serta point' yang membahas tentang "Kampung Tua" sebagaimana yang tertera dalam perda RTRW tahun 2004.

Artinya, Rudi secara sengaja dan sadar menganggap bahwa tidak ada lagi kampung Tua di kota Batam. Dan berupaya menghapus keberadaannya dari perlindungan hukum untuk masyarakat.

Kita semua dapat memberikan penilaian ini. Menurut anda bagaimana? Tuliskan dikolom komentar.

Lakse dah habes, nanti lanjut ual lagi.

Pendawai: Dion 

Post a Comment

budayakan membaca hingga selesai dan tuntas. Diharapkan untuk memberikan komentar berupa pendapat, sanggahan, saran, dan nasihat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan beradab agar tidak salah paham serta multi tafsir. Terimakasih sudah mengunjungi blog kami.

Previous Post Next Post